Kamis, 04 Februari 2010

Keluarga Sakinah???

Sinar jingga mewarnai hampir 2/3 langit. Kini mentari kan kembali bersembunyi di peraduannya. Pertanda hari semakin larut. Seorang pria nampak lusuh berjalan gontai, seakan seluruh tenaganya telah dihisap oleh kejamnya kehidupan. Celana hitam, kemeja putih bergaris, dan dasi merah marun acak-acakan melingkar di lehernya. Tapi kesan dan pesona sebagai pemilik perusahaan besar terpancar dari wajahnya yang terawat rapi tanpa ditumbuhi jenggot halus. Ditambah lagi tas koper hitam yang dijinjing di tangan kanannya dan jas hitam di tangan kirinya. Rasa lelah setelah seharian bekerja coba ia hapuskan. Semangat bertemu istri dan sang buah hati tercinta memacunya untuk mengendarai mobilnya lebih cepat. Ia berusaha merapikan dasi yang telah kendor, memasang senyum selebar 2cm ke kanan dan 2cm ke kiri saat hendak membuka pintu rumah. "Assalamu'alaikum" salam hangat ia ucapkan sebagai bentuk usahanya menjalankan perintah Tuhan untuk mengucap salam yang berarti do'a bagi yang mendengarnya. "Wa'alaikumsalam" jawab seisi rumah. Sambutan hangat dari sang istri mampu menghapuskan penat seharian ini. Apalagi celoteh si kecil yang dengan gagap berusaha memanggil"yah...yah...yah...". Pelukanhangat ia berikan pada putri kecilnya. Sementara si sulung-jagoan kecilnya berlari kecil meraih tangan kanan sang ayah, lalu mengecupnya.

Tuhan telah memeanggil mereka melalui adzan maghrib yang berkumandang dari 'langgar' belakang rumah mereka. Dengan mukenah kecil yang masih nampak kebesaran di tubuh mungilnya, si bungsu turut sholat berkama'ah. Meski putri kecilnya belum mengerti makna sembahyang yang sesungguhnya tapi ia telah dilatih sejak dini. Do'a tulus senantiasa dipanjatkan kedua orangtua ini agar kedua buah hatinya menjadi anak soleh soleha. Lantunan ayat ayat suci al-Qur'an mengalir indah dari rumah ini. Diawali sang ayah dengan bacaannya yang fasih, dilanjutkan oleh si sulung dengan bacaannya yang masih terbata-bata, lalu ditutup oleh bacaan sang ibu dengan suara lembutnya. Si bungsu berusaha mendengarkan dengan baik meski jemari tangannya tak henti melipat lipat kain mukenah milik sang ibu.

Sungguh terlihat sempurna keluarga ini. Sosok ayah sebagai pemimpin yang bekerja keras dan bertanggungjawab. Sang ibu yang dengan sabar mampu mendidik kedua buah hatinya dengan penuh kasih sayang. Tenang, tentram, sungguh damai keluarga ini. Bukan berarti tak ada masalah yang menerpa. Tapi mereka mampu melewatikerikil dan batu terjal kehidupan dengan senyuman, keikhlasan, dan tawakal.

Sayang sekali ini hanyalah cerita fiksi yang kubuat. Hanya sebuah karangan dan sebuah harapan kosong. Sebuah angan yang jauh dari kenyataan. Ah...andai saja aku mampu menjadi sutradara dan penulis skenario kehidupanku sendiri seperti cerita ini, sungguh beruntungnya aku. 'PLOK' tamparan keras ini mengingatkanku, seakan menarikku dari alam mimpi kembali menginjakkan bumi dan beratapkan langit. Melihat kenyataan yang ada, menoleh pada kehidupan sesungguhnya. Sadarlah... Sadarlah... Hidupku tak seputih salju. Sebuah angan yang jauh dari kenyataan.
(by oneda-3 feb 10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar